Akhirnya, internet
diharapkan dapat membantu mempercepat perkembangan pendidikan. Pendidikan lebih
maju dan berkualitas. Pada gilirannya pendidikan dapat membantu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas akan membantu meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Selain dari dampak
positif, internet juga berdampak negatif bagi para pelajar. Mencoba untuk
melontarkan sebuah wacana dan berbagai fakta tentang sebuah persoalan baru di
kota-kota besar yang juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun masih
berupa gejala awal, namun apabila tidak segera diatasi tentu akan berkembang
menjadi “penyakit kronis” yang makin sulit untuk diatasi. saat ini telah
terjadi pergeseran profil pengguna internet dan juga pergeseran orientasi
pemanfaatannya. Pengguna internet terbesar saat ini adalah para pelajar SLTP
diikuti oleh pelajar SLTA dan kalangan mahasiswa justru menempati urutan ketiga
(kecuali di warnet yang berdekatan dengan kampus). Ada gejala menarik yaitu
mulai maraknya pelajar SD bermain internet dan sudah “berani” nongol diwarung
internet. Para orang tua tentu saat ini harus “rela” merogoh kocek lebih banyak
untuk memenuhi keinginan anak-anaknya untuk bermain internet baik dirumah
ataupun di warnet. Harapan orang tua tentulah ingin agar si-anak tidak
ketinggalan jaman dan dengan ber-main internet si-anak bisa bertambah pintar.
Namun benarkah demikian ?
Makin meratanya pengguna
internet disatu sisi memang sangat menggembirakan, namun pergeseran orientasi
penggunaan internet sudah sangat memprihatinkan. Dalam pengamatanku, bahwa Para
pelajar SLTP, SLTA dan SD sebagian besar (>75%) menggunakan internet “hanya”
untuk bermain game dan chatting. Dan rata-rata mereka rela menghabiskan waktu
3-5 jam/ hari dengan mengeluarkan uang Rp.7000 – Rp.30.000/hari untuk bermain
internet. Dan anehnya kegiatan tersebut didukung oleh para orang tua.
Pergeseran orientasi penggunaan internet tersebut belum ditangkap oleh para
orang tua, sehingga setiap anaknya meminta uang berapapun untuk bermain
internet selalu diberikan. Padahal yang terjadi adalah tidak ada unsur
pendidikan apapun yang bisa didapatkan dari bermain game dan chatting. Memang
tidak semua pelajar hanya menggunakan internet untuk bermain game dan chatting.
Memang di antara mereka juga menggunakan internet untuk sarana mencari
pengetahuan, namun yang melakukan hal itu jumlahnya tidaklah banyak. Game dan
chatting bisa membawa effect “kecanduan”. Dan apabila sudah kecanduan tentu
effect sampingnya akan membuat anak menjadi malas belajar, malas mengaji dan
setiap ada kesempatan selalu berusaha untuk bermain game dan chatting. Dampak
negatif bermain game hampir sama dengan dampak permainan Play Station dimana seseorang
yang sudah kecanduan akan betah seharian bermain dan bahkan lupa makan, lupa
minum dan lupa kalau hari esok masih ada. Sedangkan effect bermain game mungkin
bisa digambarkan dengan permainan interkom yang marak sekitar 20 tahun yang
lalu. Dimana hampir semua orang “lupa daratan” dan setiap hari kerjanya hanya
bermain intercom (jika sudah memegang mic maka orang cenderung akan malas
berangkat sekolah, malas berangkat kerja, malas membatu orang tua, malas untuk
mengaji malas makan, malas minum dan sebagainya). Begitu juga dengan chatting..
para pelajar yang melakukan kegiatan ini menganggap waktu 5 jam sama dengan 10
menit. Dan mereka cenderung memanfaatkan chatting untuk sekedar ngobrol
kesana-kemari dengan teman kencannya di internet dan bahkan tidak menutup
kemungkinan juga mengarah kepada pembicaraan yang porno. Effect permainan game
dan chatting ini justru lebih berbahaya dari kekhawatiran kita sekitar 5 tahun
lalu tentang maraknya situs-situs porno. Karena berdasarkan pengamatan,
ternyata situs porno hanya berefek pada euforia dan dalam waktu singkat mereka
sudah akan bosan. Namun effect game dan chatting adalah “Effect Candu” yang
bisa membuat penggunanya menjadi ketagihan dan ini yang sangat berbahaya bagi
dunia pendidikan kita. Beberapa kejadian di Indonesia menunjukan ada kasus
perkosaan oleh teman chatting, penipuan oleh teman chatting.
Sebagai bagian dari
Teknologi Informasi, internet memang ibarat pisau bermata dua. Disatu sisi,
teknologi ini bisa bermanfaat apabila digunakan untuk melakukan hal-hal yang
baik dan bermanfaat, seperti: mencari bahan-bahan pelajaran sekolah, diskusi
mata pelajaran, mencari program beasiswa, konsultasi dengan pakar, belajar
jarak jauh, dan mencari metode-metode pengajaran berbasis multimedia. Namun
sayangnya penggunaan internet justru malah bergeser kepada hal-hal yang negatif
dan ini harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat. Karena
bagaimanapun kita tetap membutuhkan internet sebagai sarana informasi dan
komunikasi yang bersifat global, namun disisi lain kitapun juga harus siap
untuk melakukan antisipasi untuk mengatasi dampak-dampak negatifnya. Dan inilah
persoalan bersama kita.
Mumpung semua ini masih
berbentuk gejala, alangkah baiknya pemerintah, DPRD, dunia pendidikan, pengamat
“IT” dan para pengamat sosial kemasyarakatan duduk bersama untuk membahas dan
mencari solusi untuk mengatasinya. “Virus” yang membuat mereka “kecanduan” dan
“virus” yang bisa menjebak mereka kedalam sebuah permasalahan. Yang paling
penting adalah bagaimana kita mengemas teknologi ini agar mempunyai muatan
pendidikan namun tetap menarik untuk dikunjungi oleh para pelajar sebagai
pengguna internet (netter) mayoritas pada saat ini. Namun tetap semua akan
dikembalikan lagi kepada para netter, karena dampak positif maupun negatif dari
internet bergantung dari niat pemakainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar